SUMBER DAN DALIL HUKUM ISLAM
(IJMA’, QIYAS DAN ISTIHSAN)
Sumber hukum dalam Islam, ada yang disepakati (muttafaq) para
ulama dan ada yang masih dipersilisihkan (mukhtalaf). Adapun sumber hukum Islam
yang disepakati jumhur ulama adalah Al Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Para
Ulama juga sepakat dengan urutan dalil-dalil tersebut di atas (Al Qur’an,
Sunnah, Ijma’ dan Qiyas).
Sedangkan sumber hukum Islam yang masih diperselisihkan di
kalangan para ulama selain sumber hukum yang empat di atas adalah istihsân,
maslahah mursalah, istishâb, ‘‘uruf, madzhab as-Shahâbi, syar’u man qablana.
A. Ijma’
Ijma’
dalam istilah ahli ushul adalah kesepakatan semua para mujtahid dari kaum
muslimin dalam suatu masa setelah wafat Rasul Saw atas hukum syara.
Rukun
ijma’ menurut definisi di atas adalah adanya kesepakatan para mujtahid kaum
muslimin dalam suatu masa atas hukum syara’. ”Kesepakatan” itu dapat
dikelompokan menjadi empat hal:
1.Tidak
cukup ijma’ dikeluarkan oleh seorang mujtahid apabila keberadaanya hanya
seorang (mujtahid) saja di suatu masa. Karena ‘kesepakatan’ dilakukan lebih
dari satu orang, pendapatnya disepakati antara satu dengan yang lain.
2.
Adanya kesepakatan sesama para mujtahid atas hukum syara’ dalam suatu masalah,
dengan melihat negeri, jenis dan kelompok mereka. Andai yang disepakati atas
hukum syara’ hanya para mujtahid haramain, para mujtahid Irak saja, Hijaz saja,
mujtahid ahlu Sunnah, Mujtahid ahli Syiah, maka secara syara’ kesepakatan
khusus ini tidak disebut Ijma’. Karena ijma’ tidak terbentuk kecuali dengan
kesepakatan umum dari seluruh mujtahid di dunia Islam dalam suatu masa.
3.
Hendaknya kesepakatan mereka dimulai setiap pendapat salah seorang mereka
dengan pendapat yang jelas apakah dengan dalam bentuk perkataan, fatwa atau
perbuatan.
4.
Kesepakatan itu terwujudkan atas hukum kepada semua para mujtahid. Jika
sebagian besar mereka sepakat maka tidak membatalkan kespekatan yang ‘banyak’
secara ijma’ sekalipun jumlah yang berbeda sedikit dan jumlah yang sepakat
lebih banyak maka tidak menjadikan kesepakatan yang banyak itu hujjah syar’i
yang pasti dan mengikat.
Syarat
Mujtahid
Mujtahid hendaknya sekurang-kurangnya
memiliki tiga syarat:
a. memiliki pengetahuan tentang Al Qur’an dan Sunnah serta ijma’
sebelumnya.
b. memiliki pengetahuan tentang ushul fikih.
c. menguasai ilmu bahasa.
Selain itu,
al-Syatibi menambahkan syarat selain yang disebut di atas, yaitu memiliki
pengetahuan tentang maqasid al-Syariah (tujuan syariat). Oleh karena itu
seorang mujtahid dituntut untuk memahami maqasid al-Syariah. Menurut Syatibi,
seseorang tidak dapat mencapai tingkatan mujtahid kecuali menguasai dua hal:
pertama, ia harus mampu memahami maqasid al-syariah secara sempurna, kedua ia
harus memiliki kemampuan menarik kandungan hukum berdasarkan pengetahuan dan
pemahamannya atas maqasid al-Syariah.
Rukun ijma’
Rukun ijma’ ada
empat;
1.
Terjadinya peristiwa itu jumlahnya
lebih dari satu orang.
2.
Sepakat atas hukum syar’i tentang
suatu peristiwa
3.
Adanya kesepakatan tentang suatu
permasalahan
4.
Adanya kesepakatan dari semua
mujtahid yang berkumpul pada masa itu.
Hujjah
Ijma
Bila hukum telah
disepakati maka wajib diikuti dan tidak diperbolehkan adanya perbedaan. Hukum
itu tetap dengan ijma. Jadi, tidak ada perbedaan pendapat dan tidak boleh untuk
dinasikhkan. Bukti terhadap hujjah ijma
adalah sebagai berikut:
1.
Dalam Al Qur’an, Allah
memerintahkan orang mukmin untuk taat kepada Allah, Rasul, dan Aulil Amrilmu’minin, yang artimya :
Artinya” Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika
kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu .Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Lafadz
amar disini artinya urusan, berbentuk umum meliputi urusan agama dan duniawi. Ulil amri
duniawi yaitu raja, pemerintah, dan para wali. Ulil amri agama yaitu para
mujtahid dan mufti (orang yang memberi fatwa).
2.
Hukum yang disepakati itu adalah hasil pendapat
mujtahid umat islam.
Sabda Rasululloh Shallallahu’alaihi
Wasallam :
لاَ تَجْتَمِعُ أُمَّتِيْ عَلَى ضَلاَلَةٍ
“Umatku tidak akan berkumpul (sepakat) diatas
kesesatan”. (HR. Asy-Syafi’I dalam Ar-Risalah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar